Jenewa, Banyumas.News – Situasi di Haiti semakin kacau dan menjadi sebuah bencana besar. Sekitar 1.500 orang tewas akibat kekerasan geng bersenjata sepanjang tahun ini. PBB pada Kamis (28/3/2024) juga menyatakan, kondisi di negara Kepulauan Karibia itu bakal semakin tak terkendali, dengan masuknya senjata-senjata ke sana.
Laporan HAM PBB memerinci mengenai kondisi Haiti yang semakin terpuruk akibat korupsi, impunitas, dan tata kelola yang buruk. Kemudian ditambah dengan meningkatnya tingkat kekerasan geng yang kini mengikis supremasi hukum dan membuat lembaga-lembaga negara hampir runtuh.
Kondisi ini telah membuat Haiti berada dalam situasi bencana.
Haiti yang telah lama bergulat dengan kekerasan, diguncang oleh meningkatnya bentrokan sejak akhir Februari ketika geng-geng bersenjata melancarkan serangan terkoordinasi dan menuntut Perdana Menteri Ariel Henry mundur dari jabatan.
Henry, yang memimpin Haiti sejak terbunuhnya Presiden Jovenel Moise pada tahun 2021, berjanji lebih dari dua minggu lalu untuk mundur setelah dewan transisi dibentuk. Namun situasi politik di negara itu juga memanas karena perselisihan di antara para pemimpin partai.
Kantor HAM PBB menyatakan, kekerasan geng menyebabkan 4.451 orang tewas, dan 1.668 lainnya terluka pada tahun lalu. Kemudian hanya dalam tiga bulan pertama di tahun 2024 saja, hingga 22 Maret lalu, sebanyak 1.554 orang tewas, dan 826 terluka.
Laporan tersebut juga menggambarkan terjadinya kejahatan seksual yang merajalela di Haiti, dengan perempuan yang dipaksa melakukan hubungan seksual oleh anggota geng. Pemerkosaan terhadap wanita muda dan para istri setelah melihat suami mereka dibunuh di depan mereka.
Laporan tersebut juga menyoroti perekrutan dan pelecehan terhadap anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan, yang tidak dapat meninggalkan kelompok geng karena takut akan pembalasan.
“Semua praktik ini keterlaluan dan harus segera dihentikan,” kata Ketua HAM PBB Volker Turk.
Laporan tersebut juga memperlihatkan keberadaan brigade pertahanan diri yang dibentuk sekumpulan warga untuk melawan kekerasan geng yang semakin meningkat. Mereka beraksi dengan main hakim sendiri.
Menurut laporan, orang-orang yang dituduh melakukan kejahatan kecil atau dicurigai memiliki hubungan dengan geng langsung digantung, dilempari batu, dimutilasi, atau dibakar hidup-hidup oleh brigade tersebut.
Setidaknya 528 kasus hukuman mati tanpa pengadilan dilaporkan tahun lalu, termasuk korbannya 18 perempuan. Sementara itu 59 kasus lainnya telah dilaporkan sepanjang tahun ini.
Meskipun ada embargo senjata internasional yang diberlakukan untuk mencoba membendung kekerasan, laporan PBB mengatakan bahwa masih ada pasokan senjata dan amunisi yang mengalir melintasi perbatasan di Haiti.
PBB menyerukan kontrol yang lebih ketat secara nasional dan internasional untuk membendung perdagangan senjata dan amunisi ke negara yang dilanda konflik tersebut. “Sangat mengejutkan bahwa meskipun situasi di lapangan mengerikan, senjata masih terus berdatangan,” kata Turk.
“Saya menyerukan penerapan embargo senjata yang lebih efektif,” katanya.
Laporan hari Kamis juga menegaskan kembali perlunya pengerahan segera misi keamanan multinasional untuk membantu polisi Haiti menghentikan kekerasan dan melindungi penduduk.
Kenya telah setuju untuk memimpin misi yang telah lama disetujui PBB ini ke Haiti untuk mendukung pasukan keamanan, Namun rencana ini belum bisa terwujud karena Haiti dalam kondisi tanpa pemimpin, setelah perdana menterinya belum bisa pulang ke negaranya dan dewan transisi belum terbentuk.