Bogor, Banyumas.News –Upaya ekseskusi lahan dan bangunan oleh Pengadilan Negeri Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada Senin (13/11/2023) siang berakhir ricuh. Konfrontasi antara puluhan warga dengan pihak termohon eksekusi, yang melibatkan polisi dan juru sita, berujung pada saling dorong yang membuat pihak kepolisian mengurungkan eksekusi karena tidak dapat menjamin keamanan.
Pertikaian fisik terjadi di Jalan Raya Narogong, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, saat tim juru sita bersama polisi turun untuk melaksanakan eksekusi lahan dan bangunan seluas 800 meter persegi. Konflik tersebut melibatkan pihak termohon eksekusi, pengacara pemohon eksekusi, dan massa yang membela termohon.
Aksi saling dorong juga terjadi antara polisi dan massa pembela termohon, menyebabkan salah satu pihak termohon eksekusi jatuh pingsan di tengah jalan dan harus dievakuasi.
Pihak termohon eksekusi, yang menolak keputusan pengadilan dan menganggapnya cacat hukum, menyatakan masih melakukan upaya peninjauan kembali dan menolak status kepemilikan lahan dan bangunan oleh pihak pemohon eksekusi. Kondisi yang tidak kondusif membuat pengadilan memutuskan untuk menunda eksekusi.
“Terhadap putusan ini, termohon eksekusi sudah mengajukan perlawanan sampai tingkat pengadilan tinggi dan sekarang sudah kasasi. Tindakan eksekusi yang sudah berlangsung dianggap sebagai gugatan baru,” kata Juru Sita PN Cibinong, Jarot Pangestu.
Eksekusi dilakukan berdasarkan putusan pengadilan penetapan nomor 39/Pen.pdt/Eks/2022 yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Namun, karena ketidakjaminan keamanan, eksekusi dijadwalkan ulang.
Kuasa hukum termohon eksekusi, Dandi Situngkir, menyatakan bahwa surat tanah yang digunakan sebagai dasar eksekusi dipalsukan, dan hasil pemeriksaan BPN Bogor menyimpulkan adanya keterangan palsu.
“Pemalsuan surat. Seolah-olah ada penguasaan fisik, tapi hasil pemeriksaan BPN Bogor menyimpulkan ada keterangan palsu di situ. Langkah selanjutnya, PN Cibinong harus menunggu semua proses hukum selesai,” ungkap Dandi Situngkir.
Kasus sengketa lahan antara kedua belah pihak telah berlangsung selama 20 tahun, melibatkan penggugat Gunawan Karta dan tergugat Jansen Sutungkir beserta enam orang lainnya yang menguasai lahan dan bangunan di atasnya.
Warga setempat, Rosi, menyatakan bahwa intimidasi terhadap mereka telah terjadi secara intensif. Meskipun menghadapi intimidasi, Rosi menegaskan bahwa kebenaran lebih penting daripada ancaman apapun.
“Siang malam kami diintimidasi, termasuk karang taruna membawa golok ke saya tengah malam, tetapi saya hadapi. Emang lebih tajam golokmu itu dari kebenaran? Itu didikan siapa?” kata warga Rosi.