Jakarta, Banyumas.News – Kuasa hukum eks Direktur Pertamina Karen Agustiawan, Rebecca Siahaan mengungkapkan kekecewaan setelah praperadilan terhadap kliennya ditolak hakim. Dengan demikian, status Karen Agustiawan masih menjadi tersangka dalam kasus korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina 2011-2021.
“Kami sesungguhnya merasa kecewa. Namun, kami menghormati putusan yang baru saja dibacakan oleh hakim praperadilan,” kata Rebecca setelah sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (2/11/2023).
Dalam praperadilan ini, pihak pemohon adalah Karen Agustiawan, sedangkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi pihak termohon. Gugatan Karen tersebut diajukan ke PN Jaksel dan terdaftar dengan nomor perkara 113/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL.
Karen menggugat KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan LNG di PT Pertamina 2011-2021. Dalam gugatannya, Karen tak terima ditetapkan sebagai tersangka serta membantah sangkaan yang disematkan KPK terhadap dirinya.
Rebecca mengatakan, dengan ditolaknya praperadilan tersebut, maka tidak ada upaya hukum lagi untuk menggugurkan penetapan status tersangka Karen.
Dia pun hanya berharap penyidikan KPK terkait kasus tersebut segera rampung, sehingga pihaknya dapat fokus menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
“Kami berharap ke depannya proses penyidikan terhadap ibu Karen segera dirampungkan, segera di P-21, segera dilimpahkan agar kita bisa bersidang di pokok perkara di Pengadilan Tipikor,” tutur Rebecca.
Diketahui, KPK telah menetapkan Karen Agustiawan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina tahun 2011-2021. KPK pun menjebloskan Dirut PT Pertamina periode 2009-2014 ke rumah tahanan negara (rutan).
KPK menduga, Karen secara sepihak memutuskan melakukan kontrak perjanjian dengan perusahaan asing tanpa kajian dan analisis menyeluruh.
Dalam kasus ini, Karen diduga menyebabkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 2,1 triliun terkait pengadaan LNG. Ia disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.